Pasaribu, Brian Michel Yosua (1587034) (2019) Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 46P/HUM/2018 Berkaitan Dengan Uji Materi Pasal 4 Ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang Memuat Larangan Mantan Narapidana Korupsi Maju Sebagai Calon Anggota Legislatif. Undergraduate thesis, Universitas Kristen Maranatha.
|
Text
1587034_Abstract_TOC.pdf - Accepted Version Download (287Kb) | Preview |
|
Text
1587034_Appendices.pdf - Accepted Version Restricted to Repository staff only Download (417Kb) |
||
|
Text
1587034_Chapter1.pdf - Accepted Version Download (461Kb) | Preview |
|
Text
1587034_Chapter2.pdf - Accepted Version Restricted to Repository staff only Download (417Kb) |
||
Text
1587034_Chapter3.pdf - Accepted Version Restricted to Repository staff only Download (235Kb) |
||
Text
1587034_Chapter4.pdf - Accepted Version Restricted to Repository staff only Download (362Kb) |
||
|
Text
1587034_Conclusion.pdf - Accepted Version Download (124Kb) | Preview |
|
|
Text
1587034_Cover.pdf - Accepted Version Download (181Kb) | Preview |
|
|
Text
1587034_References.pdf - Accepted Version Download (126Kb) | Preview |
Abstract
KPU memiliki wewenang untuk membuat peraturan pelaksana dari UU Pemilu. Sehingga KPU membuat suatu peraturan pelaksana berupa Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2018. Pada pasal 4 ayat (3) melarang mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Dikarenakan keinginan KPU untuk menciptakan demokrasi yang bersih, diawali dengan memberikan calon anggota legislatif yang relatif memiliki rekam jejak yang bersih dan tidak cacat intergritas. Kasus ini berawal dari adanya calon pendaftar yang dimana dilarang oleh KPU karena adanya Peraturan Komisi Pemilihan Umum yang melarang calon pendaftar yang dulunya mantan narapidana korupsi. Akan tetapi, Bawaslu sebagai Lembaga yang berwenang juga didalam Pemilihan Umum memperbolehkan calon anggota legislatif mantan narapidana korupsi tmemdaftar sebagai bakal calon anggota legislatif. Sehingga terjadilah perbedaan pendapat antara kedua Lembaga tersebut. Sehingga diajukan pengujian materi terhadap Mahkamah Agung yang menghasilkan putusan Nomor 46P/Hum/2018. Akan tetapi, putusan tersebut dirasa membenturkan asas kepastian hukum dengan asas keadilan dan kemanfaatan. Kesimpulan yang didapat dari penulisan studi kasus ini, penulis melihat bahwa hakim memberi pertimbangan yang tidak tepat karena tidak mendukung dan melihat usaha Komisi Pemilihan Umum yang ingin memberikan calon anggota legislatif yang bersih dan tidak memiliki rekam jejak yang cacat sebagai suatu niscaya. Seharusnya hakim mendukung usaha tersebut sehingga semangat yang ingin dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum dapat tercapai dan bukan suatu keniscayaan untuk dilakukan. Serta Putusan Mahkamah Agung Nomor 46P/Hum/2018 adalah putusan yang menjauhkan diri terhadap Teori Hukum Progresif. Dikarenakan Putusan Mahkamah Agung Nomor 46P/Hum/2018 hanya memutus berdasarkan Kepastian Hukum saja. Sedangkan konsep dalam Hukum Progresif seharusnya hukum itu bukan hanya membicarakan Kepastian Hukum saja, akan tetapi hukum itu harus membicarakan kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan masyarakat.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Perbedaan Pendapat antara KPU dan Bawaslu, Tujuan Hukum, Hukum Progresif |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Faculty of Law > 87 Specialization in Business and Investment Law |
Depositing User: | Perpustakaan Maranatha |
Date Deposited: | 25 Jul 2019 06:38 |
Last Modified: | 25 Jul 2019 06:38 |
URI: | http://repository.maranatha.edu/id/eprint/26909 |
Actions (login required)
View Item |