Tinjauan Yuridis Pengaturan Legalisasi Aborsi bagi Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Dikaitkan dengan Pembuktian di Pengadilan Berdasarkan Hukum Positif Indonesia

Lohy, Shinta Natasha Dita (1387052) (2016) Tinjauan Yuridis Pengaturan Legalisasi Aborsi bagi Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Dikaitkan dengan Pembuktian di Pengadilan Berdasarkan Hukum Positif Indonesia. Undergraduate thesis, Universitas Kristen Maranatha .

[img]
Preview
Text
1387052_Abstract_TOC.pdf - Accepted Version

Download (587Kb) | Preview
[img] Text
1387052_Appendices.pdf - Accepted Version
Restricted to Repository staff only

Download (664Kb)
[img]
Preview
Text
1387052_Chapter1.pdf - Accepted Version

Download (375Kb) | Preview
[img] Text
1387052_Chapter2.pdf - Accepted Version
Restricted to Repository staff only

Download (363Kb)
[img] Text
1387052_Chapter3.pdf - Accepted Version
Restricted to Repository staff only

Download (418Kb)
[img] Text
1387052_Chapter4.pdf - Accepted Version
Restricted to Repository staff only

Download (388Kb)
[img]
Preview
Text
1387052_Conclusion.pdf - Accepted Version

Download (232Kb) | Preview
[img] Text
1387052_Cover.pdf - Accepted Version
Restricted to Repository staff only

Download (259Kb)
[img]
Preview
Text
1387052_References.pdf - Accepted Version

Download (234Kb) | Preview

Abstract

Abortus provocatus dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Pengaturan aborsi diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, menindaklanjuti hal tersebut pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi. Aborsi telah diatur sedemikian rupa, namun pada kenyataannya masih terdapat permasalahan dalam Pasal 34 PP Kesehatan Reproduksi yang menyatakan bahwa kehamilan akibat perkosaan dapat dibuktikan dengan keterangan penyidik. Berdasarkan pasal tersebut terdapat polemik dalam segi pembuktian tindak pidana pemerkosaan dikarenakan kewenangan untuk menentukan telah terjadinya tindak pidana pemerkosaan berada ditangan “lembaga pengadilan” berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Berdasarkan hal tersebut maka, problematika hukum yang muncul adalah apakah keterangan penyidik dapat dikualifikasikan sebagai alat bukti yang cukup untuk dilaksanakannya aborsi secara legal bagi korban tindak pidana pemerkosaan dan implikasi hukum bagi pihak-pihak yang terlibat dalam melakukan aborsi tersebut apabila terdapat putusan hakim yang menyatakan bahwa tindak pidana pemerkosaan tidak terbukti. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menitikberatkan penelitian pada data primer, yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang terkait dengan legalisasi aborsi. Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini bertujuan untuk mengkaji dan memahami pembuktian korban pemerkosaan berdasarkan hukum positif Indonesia dan untuk mengkaji dan memahami terkait pengaturan hukum terhadap pihak-pihak yang membantu melakukan aborsi atas adanya putusan hakim yang menyatakan bahwa tindak pidana pemerkosaan tidak terbukti dan tindakan aborsi secara legal telah dilakukan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kewenangan menentukan terjadinya tindak pidana pemerkosaan berada ditangan lembaga pengadilan, sehingga penyidik perlu mengedepankan hak seseorang sesuai asas Presumption of Innocence, selain hal tersebut tidak adanya standarisasi ataupun tolak ukur “keterangan penyidik” seperti apa yang dapat dijadikan dasar untuk korban pemerkosaan melakukan aborsi secara legal, belum lagi pengaturan yang tidak jelas terkait indikasi kehamilan akibat perkosaan dapat dibuktikan dengan keterangan dokter, keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan yang tercantum dalam Pasal 34 ayat 2 PP Kesehatan Reproduksi, terkait apakah keterangan penyidik merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan keterangan dokter, psikolog, dan/atau ahli lain ataupun cukup dengan keterangan penyidik saja maka legalisasi aborsi terhadap korban pemerkosaan dapat dilakukan. Dalam hal penyidik telah memberikan surat keterangan yang dapat digunakan korban pemerkosaan untuk melakukan aborsi secara legal, namun apabila pada proses persidangan dikemudian hari putusan hakim menyatakan bahwa hal tersebut bukan merupakan tindak pidana pemerkosaan melainkan kehamilan akibat hubungan diluar pernikahan, maka penyidik dan pihak-pihak yang membantu (dokter, psikolog) dapat dikenakan sanksi sebagai pihak yang turut serta membantu sesuai dengan pasal 55 KUHP.Terkait hal tersebut perlu adanya revisi terhadap ketentuan legalisasi aborsi dengan cara menyelaraskan peraturan-peraturan terkait aborsi dengan mempertimbangkan aspek sosiologis masyarakat, adat istiadat, etika, kesusilaan, dan agama.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Uncontrolled Keywords: Aborsi, Keterangan Penyidik, Implikasi Hukum
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Faculty of Law > 87 Specialization in Business and Investment Law
Depositing User: Perpustakaan Maranatha
Date Deposited: 10 Nov 2016 06:17
Last Modified: 10 Nov 2016 06:17
URI: http://repository.maranatha.edu/id/eprint/21219

Actions (login required)

View Item View Item